Senin, 10 Desember 2018

7 Bencana Alam Mengerikan Ini Dipicu Pemanasan Global?

Oleh Afra Augesti pada 25 Okt 2018, 20:10 WIB
Saat Kota New York Kembali Dilanda Badai Salju
 - Ilmuwan telah beberapa kali mengatakan bahwa Bumi sedang mengalami pemanasan global, yakni proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan di planet ini.
Pemanasan global juga bisa diartikan sebagai naiknya suhu Bumi secara menyeluruh, ditandai dengan es di Kutub yang mencair dan temperatur di berbagai tempat di seluruh dunia yang cenderung naik.
Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), selama 3 abad terakhir, suhu rata-rata di permukaan Bumi telah meningkat 1 derajat Celcius.
IPCC menyimpulkan bahwa sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan Abad ke-20, kemungkinan besar, disebabkan oleh naiknya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia --melalui efek rumah kaca.
Efek rumah kaca disebabkan karena meningkatnya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer.
"Pada tahun 2050, mungkin akan meningkat 1,5 derajat Celcius. Perubahan-perubahan yang tampaknya kecil ini, sebenarnya dapat menyebabkan masalah serius bagi umat manusia, seperti beberapa bencana alam," kata IPCC, seperti dikutip dari Bright Side, Kamis (25/10/2018).
repost :

https://m.liputan6.com/global/read/3676381/7-bencana-alam-mengerikan-ini-dipicu-pemanasan-global

Kebun Sawit Dituding Picu Perusakan Hutan, Benarkah?

Muhammad Idris - detikFinance
Foto: Febri Angga PalgunaFoto: Febri Angga Palguna
Jakarta - Produk sawit Indonesia disorot dunia. Ini setelah Parlemen Uni Eropa mengeluarkan resolusi yang menyebut komoditas andalan ekspor itu jadi penyebab deforestasi hutan.

Lantas, benarkah perkebunan jadi pemicu deforestasi alias perusakan hutan? Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH), San Afri Awang, mengungkapkan memang kebun sawit membuat alih fungsi kawasan hutan.

Namun, alih fungsi hutan karena pembukaan perkebunan sawit justru kecil, jika dibandingkan dengan alih fungsi hutan untuk sektor peternakan.
Baca juga: Ekspor Sawit ke Eropa Dihambat, Ada Peluang di Dalam Negeri 

"Hutan yang sudah dilepas bagaimana pun ada unsur deforestasi. Tapi sawit bukan satu-satunya penyebab deforestasi hutan dunia. Minyak sawit bukan penyebab utama," kata San Afri saat rapat dengan pendapat dengan Komisi IV DPR, Kompleks DPR, Jakarta, Selasa (18/4/2017).

Menurut Afri, dari data 239 juta hektar lahan hutan dunia yang mengalami deforestasi selama 20 tahun terakhir, sebanyak 50 juta hektar alih fungsi hutan dilakukan untuk sektor peternakan.

"Kemudian (penyebab) deforestasi hutan kedua sebanyak 13 juta hektar akibat kedelai, 8 juta hektar karena jagung, dan sawit hanya 6 juta hektar atau hanya 2,5%," jelasnya.

Dia berujar, tuduhan sawit penyebab kerusakan hutan tersebut dianggap terlalu berlebihan. Tudingan miring tersebut lebih karena minyak sawit bisa diproduksi dengan sangat efisien, jauh lebih murah dibandingkan minyak nabati lain.

"Kalau menurut kami, terlalu berlebihan negara Uni Eropa proteksi produknya. Mareka ketakutan kalau produktivitas sawit kita sangat efisien, bisa 4,2 ton per hektar per tahun, sehingga tidak perlu tanah luas," ucap Afri.

Baca juga: Eropa Jegal Minyak Sawit RI, JK: Mereka Takut Tersaingi

Efisiennya produksi minyak sawit ini jauh mengungguli produktivitas tahunan minyak nabati lainnya seperti rapeseed (minyak rapak) yang hanya 0,6 ton per hektar, minyak bunga matahari 0,5 ton per hektar, dan minyak kedelai 0,4 ton per hektar.

"Jadi kami tolak kalau minyak sawit jadi penyebab utama deforestasi. Deforestasi itu definisi simpelnya segala sesuatu yang mengubah hutan jadi penggunaan lain dan tak jadi hutan lagi," tandas Afri. 

repost :

https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-3477804/kebun-sawit-dituding-picu-perusakan-hutan-benarkah

Buah Lai, Si Kuning Atraktif yang Mirip Durian dari Kalimantan

Reporter: 

Antara

Editor: 

Rita Nariswari

9 Desember 2018 07:30 WIB
Warna kuning dari daging buah dan bagian luarnya yang berduri membuatnya mirip dengan durian. Tapi sesungguhnya ini buah ruas atau lai yang bisa ditemukan di Kalimantan. (balitbu.litbang.pertanian.go.id)

TEMPO.COJakarta - Bila jalan-jalan ke beberapa daerah di kalimantan, semisal bila dari  Balikpapan ke Samarinda di Kalimantan Timur terlihat bergelantungan buah dengan duri di sekelilingnya. Jangan langsung menyangka itu lah buah durian. Tampilan memang mirip dengan buah beraroma menyengat tersebut. Namun yang satu ini dikenal sebagai buah lai, atau di Kalimantan Utara dikenal ruas. 
Buah lai dijajakan hanya saat musim. Menjelang akhir tahun dan awal tahun menjadi saat kemunculan buah berwarna daging kuning tua  kadang agak jingga ini. Tepatnya, musim Lai antara Januari hingga Maret, dan puncaknya di bulan Februari. Namun akhir tahun seperti saat ini sudah bisa ditemukan di beberapa titik di Kalimantan Utara.  Di antaranya di Tanjung Selor, memang tak hanya buah ruas tpai juga beragam buah lainnya yang saat ini tengah berbuah, seperti rambutan, mangga, langsat dan lain-lain.
Namun yang tentunya unik, dan wajib dicicipi adalah buah lai alias ruas yang memiliki nama Latin Durio kutejensis. Disebutkan memang salah satu kerabat durian. Ukurannya mulai kecil hingga sedang atau 1-2 kilogram. Tak hanya buahnya yang mirip durian, pohonnya pun serupa. Umumnya pohon berukuran sedang, demikian juga daunnya cenderung besar dan tebal. Panjang daun antara 20-25 centimeter. 

repost :
https://travel.tempo.co/read/1153573/buah-lai-si-kuning-atraktif-yang-mirip-durian-dari-kalimantan/full?view=ok

Dermaga Baru Pulau Rinca Labuan Bajo Bisa Disandari Kapal Besar

Reporter: 

Antara

Editor: 

Tulus Wijanarko

8 Desember 2018 12:25 WIB
Menteri BUMN Rini Sumarno (kedua kiri) didampingi Gubernur Nusa Tenggara Timur Victor J. Laiskodat (kedua kanan) mendapat tarian penyambutan dari warga setempat saat meninjau peresmian dermaga baru Pulau Rinca, di NTT, Jumat, 7 Desember 2018. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso

TEMPO.COLabuan Bajo - Menteri BUMN Rini M Soemarno melakukan peresmian penggunaan Dermaga di Pulau Rinca, Labuan Bajo, yang dibangun untuk penduduk setempat. Dermaga baru itu memungkinkan kapal-kapal berukuran besar, termasuk speed boat untuk merapat ke Pulau Rinca.
Pembangunan dermaga Rinca menelan biaya Rp 4.38 miliar yang didukung oleh sinergi enam BUMN yaitu PT Bank Mandiri (Psersero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero).
"Sebelumnya Dermaga di pulau ini hanya terbuat dari kayu, namun sekarang sudah dibangun dengan baik berkat sinergi enam BUMN. Semoga keberadaan dermaga ini bisa membantu masyarakat Pulau Rinca terutama untuk bisa menjadi sarana penunjang transportasi masyarakat. Terima kasih kepada BUMN yang sudah terlibat," kata Rini.Sejumlah anak bermain di dermaga lama Pulau Rinca yang terbuat dari kayu di Kawasan Taman Nasional Komodo, NTT, Kamis, 6 Desember 2018. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Dari dermaga ini juga akan berlayar  Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Komodo  yang dikelola PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Dengan kapal ini masyarakat dan wisatawan bisa memanfaatkan transportasi laut yang aman, nyaman dan terjangkau menuju Pulau Komodo, Pulau Padar dan Pink Beach
repost :
https://travel.tempo.co/read/1153388/dermaga-baru-pulau-rinca-labuan-bajo-bisa-disandari-kapal-besar

5 Buaya Terperangkap di Irigasi akibat Banjir di Kuansing, Riau

Reporter: 

Antara

Editor: 

Tulus Wijanarko

10 Desember 2018 14:17 WIB
Ilustrasi buaya. ANTARA

TEMPO.COPekanbaru - Lima buaya muara terperangkap di saluran irigasi saat banjir melanda Desa Talontam, Kecamatan Benay, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Provinsi Riau, Minggu, 9/12. Peristiwa ini tentu saja memicu kehebohan warga setempat.
"Buaya muncul akibat meluapnya volume air Sungai Kuangan, sehingga terjebak masuk ke aliran irigasi. Informasi yang diperoleh dari kepala desa menyebutkan buaya sebanyak lima ekor yang terjebak di saluran sekunder irigasi," kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Suharyono di Pekanbaru, Senin, 10/12.
BBKSDA Riau menurunkan tim ke lokasi kejadian setelah menerima laporan dari Camat Benay. Tim Rescue tiba di lokasi pada Minggu  pukul 15.10 WIB dan mendapati satu buaya telah ditangkap warga. Buaya itu diamankan ke Kepolisian Sektor Benay. Tim mengidentifikasi buaya tersebut sebagai buaya muara (Crocodylus porosus).
"Tim sementara mengamankan satu ekor yang telah ditangkap warga, selanjutnya akan dibawa ke penitipan satwa di Kebun Binatang Kasang Kulim di Kampar," kata Suharyono. Buaya dititipkan ke kebun binatang karena fasilitas kandang transit BBKSDA Riau belum memiliki kolam rehabilitasi

Pasca-Gempa, 4.000 Hunian Tetap Bakal Dibangun di Kota Palu

Reporter: 

M Yusuf Manurung

Editor: 

Rina Widiastuti

25 November 2018 06:43 WIB
Sejumlah pekerja menyelesaikan pembangunan Hunian Sementara (Huntara) di Kelurahan Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Senin, 12 November 2018. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan membangun 1.200 unit Huntara bagi korban gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Palu, Sigi dan Donggala. ANTARA/Basri Marzuki
TEMPO.COPalu - Sejumlah donatur dan organisasi nirlaba dan komersil turun tangan membantu pembangunan hunian tetap (huntap) untuk para korban tsunami dan likuefaksi Palu yang terjadi pada saat gempa Palu, Sulawesi Tengah, pada 28 September 2018. Wali Kota Palu Hidayat mengatakan saat ini masterplan untuk hunian itu sudah dirancang, pembangunanya ditargetkan mulai pada Februari tahun depan.
Hingga saat ini, Hidayat mengatakan, sudah ada empat ribu hunian tetap yang dijanjikan. "Seperti Budha Suci, dua ribu huntap," ujarnya saat dihubungi Tempo, Kamis, 22 November 2018.
Bencana alam yang terjadi di Palu mengakibatkan lebih dari 10.500 keluarga terpaksa tinggal di pengungsian. Namun data itu masih divalidasi lagi. Pemerintah Kota Pali akan memisahkan korban gempa bumi dari data tersebut.
ADVERTISEMENT
Hidayat mengatakan, pembangunan huntap nantinya diprioritaskan untuk para koban tsunami dan likuefaksi pada 28 September 2018 itu. Likuifaksi secara sederhana adalah proses hilangnya kekuatan tanah, daya dukung tanah, karena proses pencairan atau pembuburan akbait efek guncangan gempa bumi.
"Keluarga terdampak gempa bumi itu ada tanahnya, tapi rumahnya roboh, atau rusak berat. Kemungkinan yang bakal relokasi yang likuefaksi dan tsunami," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan hunian tetap korban gempa di Sulawesi Tengah, akan dibangun di tiga lokasi. Dua di antaranya ada di Kota Palu yakni Kelurahan Duyu dan Kelurahan Tondo
repost :https://nasional.tempo.co/read/1149256/pasca-gempa-4-000-hunian-tetap-bakal-dibangun-di-kota-palu/full?view=ok