Senin, 10 Desember 2018

7 Bencana Alam Mengerikan Ini Dipicu Pemanasan Global?

Oleh Afra Augesti pada 25 Okt 2018, 20:10 WIB
Saat Kota New York Kembali Dilanda Badai Salju
 - Ilmuwan telah beberapa kali mengatakan bahwa Bumi sedang mengalami pemanasan global, yakni proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan di planet ini.
Pemanasan global juga bisa diartikan sebagai naiknya suhu Bumi secara menyeluruh, ditandai dengan es di Kutub yang mencair dan temperatur di berbagai tempat di seluruh dunia yang cenderung naik.
Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), selama 3 abad terakhir, suhu rata-rata di permukaan Bumi telah meningkat 1 derajat Celcius.
IPCC menyimpulkan bahwa sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan Abad ke-20, kemungkinan besar, disebabkan oleh naiknya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia --melalui efek rumah kaca.
Efek rumah kaca disebabkan karena meningkatnya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer.
"Pada tahun 2050, mungkin akan meningkat 1,5 derajat Celcius. Perubahan-perubahan yang tampaknya kecil ini, sebenarnya dapat menyebabkan masalah serius bagi umat manusia, seperti beberapa bencana alam," kata IPCC, seperti dikutip dari Bright Side, Kamis (25/10/2018).
repost :

https://m.liputan6.com/global/read/3676381/7-bencana-alam-mengerikan-ini-dipicu-pemanasan-global

Kebun Sawit Dituding Picu Perusakan Hutan, Benarkah?

Muhammad Idris - detikFinance
Foto: Febri Angga PalgunaFoto: Febri Angga Palguna
Jakarta - Produk sawit Indonesia disorot dunia. Ini setelah Parlemen Uni Eropa mengeluarkan resolusi yang menyebut komoditas andalan ekspor itu jadi penyebab deforestasi hutan.

Lantas, benarkah perkebunan jadi pemicu deforestasi alias perusakan hutan? Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH), San Afri Awang, mengungkapkan memang kebun sawit membuat alih fungsi kawasan hutan.

Namun, alih fungsi hutan karena pembukaan perkebunan sawit justru kecil, jika dibandingkan dengan alih fungsi hutan untuk sektor peternakan.
Baca juga: Ekspor Sawit ke Eropa Dihambat, Ada Peluang di Dalam Negeri 

"Hutan yang sudah dilepas bagaimana pun ada unsur deforestasi. Tapi sawit bukan satu-satunya penyebab deforestasi hutan dunia. Minyak sawit bukan penyebab utama," kata San Afri saat rapat dengan pendapat dengan Komisi IV DPR, Kompleks DPR, Jakarta, Selasa (18/4/2017).

Menurut Afri, dari data 239 juta hektar lahan hutan dunia yang mengalami deforestasi selama 20 tahun terakhir, sebanyak 50 juta hektar alih fungsi hutan dilakukan untuk sektor peternakan.

"Kemudian (penyebab) deforestasi hutan kedua sebanyak 13 juta hektar akibat kedelai, 8 juta hektar karena jagung, dan sawit hanya 6 juta hektar atau hanya 2,5%," jelasnya.

Dia berujar, tuduhan sawit penyebab kerusakan hutan tersebut dianggap terlalu berlebihan. Tudingan miring tersebut lebih karena minyak sawit bisa diproduksi dengan sangat efisien, jauh lebih murah dibandingkan minyak nabati lain.

"Kalau menurut kami, terlalu berlebihan negara Uni Eropa proteksi produknya. Mareka ketakutan kalau produktivitas sawit kita sangat efisien, bisa 4,2 ton per hektar per tahun, sehingga tidak perlu tanah luas," ucap Afri.

Baca juga: Eropa Jegal Minyak Sawit RI, JK: Mereka Takut Tersaingi

Efisiennya produksi minyak sawit ini jauh mengungguli produktivitas tahunan minyak nabati lainnya seperti rapeseed (minyak rapak) yang hanya 0,6 ton per hektar, minyak bunga matahari 0,5 ton per hektar, dan minyak kedelai 0,4 ton per hektar.

"Jadi kami tolak kalau minyak sawit jadi penyebab utama deforestasi. Deforestasi itu definisi simpelnya segala sesuatu yang mengubah hutan jadi penggunaan lain dan tak jadi hutan lagi," tandas Afri. 

repost :

https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-3477804/kebun-sawit-dituding-picu-perusakan-hutan-benarkah

Buah Lai, Si Kuning Atraktif yang Mirip Durian dari Kalimantan

Reporter: 

Antara

Editor: 

Rita Nariswari

9 Desember 2018 07:30 WIB
Warna kuning dari daging buah dan bagian luarnya yang berduri membuatnya mirip dengan durian. Tapi sesungguhnya ini buah ruas atau lai yang bisa ditemukan di Kalimantan. (balitbu.litbang.pertanian.go.id)

TEMPO.COJakarta - Bila jalan-jalan ke beberapa daerah di kalimantan, semisal bila dari  Balikpapan ke Samarinda di Kalimantan Timur terlihat bergelantungan buah dengan duri di sekelilingnya. Jangan langsung menyangka itu lah buah durian. Tampilan memang mirip dengan buah beraroma menyengat tersebut. Namun yang satu ini dikenal sebagai buah lai, atau di Kalimantan Utara dikenal ruas. 
Buah lai dijajakan hanya saat musim. Menjelang akhir tahun dan awal tahun menjadi saat kemunculan buah berwarna daging kuning tua  kadang agak jingga ini. Tepatnya, musim Lai antara Januari hingga Maret, dan puncaknya di bulan Februari. Namun akhir tahun seperti saat ini sudah bisa ditemukan di beberapa titik di Kalimantan Utara.  Di antaranya di Tanjung Selor, memang tak hanya buah ruas tpai juga beragam buah lainnya yang saat ini tengah berbuah, seperti rambutan, mangga, langsat dan lain-lain.
Namun yang tentunya unik, dan wajib dicicipi adalah buah lai alias ruas yang memiliki nama Latin Durio kutejensis. Disebutkan memang salah satu kerabat durian. Ukurannya mulai kecil hingga sedang atau 1-2 kilogram. Tak hanya buahnya yang mirip durian, pohonnya pun serupa. Umumnya pohon berukuran sedang, demikian juga daunnya cenderung besar dan tebal. Panjang daun antara 20-25 centimeter. 

repost :
https://travel.tempo.co/read/1153573/buah-lai-si-kuning-atraktif-yang-mirip-durian-dari-kalimantan/full?view=ok

Dermaga Baru Pulau Rinca Labuan Bajo Bisa Disandari Kapal Besar

Reporter: 

Antara

Editor: 

Tulus Wijanarko

8 Desember 2018 12:25 WIB
Menteri BUMN Rini Sumarno (kedua kiri) didampingi Gubernur Nusa Tenggara Timur Victor J. Laiskodat (kedua kanan) mendapat tarian penyambutan dari warga setempat saat meninjau peresmian dermaga baru Pulau Rinca, di NTT, Jumat, 7 Desember 2018. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso

TEMPO.COLabuan Bajo - Menteri BUMN Rini M Soemarno melakukan peresmian penggunaan Dermaga di Pulau Rinca, Labuan Bajo, yang dibangun untuk penduduk setempat. Dermaga baru itu memungkinkan kapal-kapal berukuran besar, termasuk speed boat untuk merapat ke Pulau Rinca.
Pembangunan dermaga Rinca menelan biaya Rp 4.38 miliar yang didukung oleh sinergi enam BUMN yaitu PT Bank Mandiri (Psersero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero).
"Sebelumnya Dermaga di pulau ini hanya terbuat dari kayu, namun sekarang sudah dibangun dengan baik berkat sinergi enam BUMN. Semoga keberadaan dermaga ini bisa membantu masyarakat Pulau Rinca terutama untuk bisa menjadi sarana penunjang transportasi masyarakat. Terima kasih kepada BUMN yang sudah terlibat," kata Rini.Sejumlah anak bermain di dermaga lama Pulau Rinca yang terbuat dari kayu di Kawasan Taman Nasional Komodo, NTT, Kamis, 6 Desember 2018. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Dari dermaga ini juga akan berlayar  Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Komodo  yang dikelola PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Dengan kapal ini masyarakat dan wisatawan bisa memanfaatkan transportasi laut yang aman, nyaman dan terjangkau menuju Pulau Komodo, Pulau Padar dan Pink Beach
repost :
https://travel.tempo.co/read/1153388/dermaga-baru-pulau-rinca-labuan-bajo-bisa-disandari-kapal-besar

5 Buaya Terperangkap di Irigasi akibat Banjir di Kuansing, Riau

Reporter: 

Antara

Editor: 

Tulus Wijanarko

10 Desember 2018 14:17 WIB
Ilustrasi buaya. ANTARA

TEMPO.COPekanbaru - Lima buaya muara terperangkap di saluran irigasi saat banjir melanda Desa Talontam, Kecamatan Benay, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Provinsi Riau, Minggu, 9/12. Peristiwa ini tentu saja memicu kehebohan warga setempat.
"Buaya muncul akibat meluapnya volume air Sungai Kuangan, sehingga terjebak masuk ke aliran irigasi. Informasi yang diperoleh dari kepala desa menyebutkan buaya sebanyak lima ekor yang terjebak di saluran sekunder irigasi," kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Suharyono di Pekanbaru, Senin, 10/12.
BBKSDA Riau menurunkan tim ke lokasi kejadian setelah menerima laporan dari Camat Benay. Tim Rescue tiba di lokasi pada Minggu  pukul 15.10 WIB dan mendapati satu buaya telah ditangkap warga. Buaya itu diamankan ke Kepolisian Sektor Benay. Tim mengidentifikasi buaya tersebut sebagai buaya muara (Crocodylus porosus).
"Tim sementara mengamankan satu ekor yang telah ditangkap warga, selanjutnya akan dibawa ke penitipan satwa di Kebun Binatang Kasang Kulim di Kampar," kata Suharyono. Buaya dititipkan ke kebun binatang karena fasilitas kandang transit BBKSDA Riau belum memiliki kolam rehabilitasi

Pasca-Gempa, 4.000 Hunian Tetap Bakal Dibangun di Kota Palu

Reporter: 

M Yusuf Manurung

Editor: 

Rina Widiastuti

25 November 2018 06:43 WIB
Sejumlah pekerja menyelesaikan pembangunan Hunian Sementara (Huntara) di Kelurahan Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Senin, 12 November 2018. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan membangun 1.200 unit Huntara bagi korban gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Palu, Sigi dan Donggala. ANTARA/Basri Marzuki
TEMPO.COPalu - Sejumlah donatur dan organisasi nirlaba dan komersil turun tangan membantu pembangunan hunian tetap (huntap) untuk para korban tsunami dan likuefaksi Palu yang terjadi pada saat gempa Palu, Sulawesi Tengah, pada 28 September 2018. Wali Kota Palu Hidayat mengatakan saat ini masterplan untuk hunian itu sudah dirancang, pembangunanya ditargetkan mulai pada Februari tahun depan.
Hingga saat ini, Hidayat mengatakan, sudah ada empat ribu hunian tetap yang dijanjikan. "Seperti Budha Suci, dua ribu huntap," ujarnya saat dihubungi Tempo, Kamis, 22 November 2018.
Bencana alam yang terjadi di Palu mengakibatkan lebih dari 10.500 keluarga terpaksa tinggal di pengungsian. Namun data itu masih divalidasi lagi. Pemerintah Kota Pali akan memisahkan korban gempa bumi dari data tersebut.
ADVERTISEMENT
Hidayat mengatakan, pembangunan huntap nantinya diprioritaskan untuk para koban tsunami dan likuefaksi pada 28 September 2018 itu. Likuifaksi secara sederhana adalah proses hilangnya kekuatan tanah, daya dukung tanah, karena proses pencairan atau pembuburan akbait efek guncangan gempa bumi.
"Keluarga terdampak gempa bumi itu ada tanahnya, tapi rumahnya roboh, atau rusak berat. Kemungkinan yang bakal relokasi yang likuefaksi dan tsunami," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan hunian tetap korban gempa di Sulawesi Tengah, akan dibangun di tiga lokasi. Dua di antaranya ada di Kota Palu yakni Kelurahan Duyu dan Kelurahan Tondo
repost :https://nasional.tempo.co/read/1149256/pasca-gempa-4-000-hunian-tetap-bakal-dibangun-di-kota-palu/full?view=ok

Selasa, 15 Mei 2018

Badak Putih Jantan Terakhir di Bumi Sangat Membutuhkan Pasangan



Sudan, badak putih jantan terakhir di muka bumi, sedang membutuhkan pasangan kencan. Umurnya sudah 43 tahun, dan bila tak segera mendapat pasangan, tentu saja, ancaman kepunahan kian 
Dulunya Sudan masih punya rekan bernama Suni. Namun Suni ditemukan mati pada Oktober 2014.
Sudan, yang kini berada di tempat konservasi Ol Pejeta, Kenya, sebenarnya sudah diarahkan untuk mendekati dua badak putih betina yang ada: Fatu, 17 tahun, dan Najin, 27 tahun.
"Kami sudah mencoba segalanya agar mereka kawin alami," kata Elodie Sampere, manajer pemasaran konservasi Ol Pejeta, di mana tiga badak putih yang di ambang kepunahan itu dijaga 24 jam. "Saat pertama kali ia (Sudan) akan mengawini seekor betina, penjaga hutan membimbingnya…, tapi susah untuk badak." 
"Kami menjauhkannya dari lingkungan kebun binatang yang tidak kondusif untuk insting alami dan menempatkan mereka di lingkungan semi-liar. Ada beberapa perkawinan, tapi tak pernah terjadi kehamilan,"
Kini para ilmuwan berharap bisa menggunakan cara lain. Mereka ingin melakukan pengobatan kesuburan dan menggunakan sperma Sudan untuk membuahi sel telur, entah Fatu atau Najin. Namun, untuk itu, dibutuhkan biaya tak sedikit, yakni sekitar US$ 9 juta.
Tak kurang akal, akhirnya mereka memunculkan Sudan ke aplikasi perjodohan Tinder di Internet. Profilnya di Tinder bertulisan: “Saya tak bermaksud untuk terburu-buru, tapi nasib spesies saya benar-benar bergantung pada saya. Saya bisa tampil bagus kalau berada di bawah tekanan. Saya suka makan rumput dan bersantai di kubangan lumpur. Tak masalah. Tinggi saya 6 kaki dan bobot saya 5.000 pon (2.267 kilogram).”
Para ahli konservasi berharap kemunculan Sudan di aplikasi kencan Tinder bisa membantu mereka menggalang dana yang dibutuhkan. Mereka memang berburu dengan waktu. Sudan bisa mati kapan saja, baik oleh sebab alamiah maupun perburuan liar.
Para pemburu menjual cula badak putih utara seharga US$ 50 ribu per kg (sekitar Rp 664,9 juta). Itu membuatnya jauh lebih berharga ketimbang emas atau kokain. Maka para penjaga takut kalau Sudan, yang sudah 43 tahun, dibunuh sebelum mereka bisa mengumpulkan dana. "Selalu ada ketakutan itu. Dia sudah tua dan bisa segera mati," kata pakar badak Richard Vigne, CEO Ol Pejeta. "Selama masih ada permintaan cula badak di Timur Jauh, ancaman akan selalu ada."

Repost :
https://www.google.com/amp/s/travel.tempo.co/amp/870043/badak-putih-jantan-terakhir-di-bumi-sangat-membutuhkan-pasangan

Profil dan Biografi Soe Hok Gie.

Sosoknya sangat terkenal karena tulisannya yang sangat kritis terhadap pemerintah orde lama dan orde baru meskipun ia meninggal dalam usia muda namanya sangat dikenal dikalangan para aktivis karena tulisan-tulisan dan pemikirannya yang sangat fenomenal. Soe Hok Gie adalah Orang keturunan China yang lahir pada 17 Desember 1942. Seorang putra dari pasangan Soe Lie Pit seorang novelis dengan Nio Hoe An. Soe Hok Gie adalah anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan, Soe Hok Gie merupakan adik dari Soe Hok Djie yang juga dikenal dengan nama Arief Budiman. Sejak masih sekolah, Soe Hok Gie dan Soe Hok Djin sudah sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan di pinggir-pinggir jalan di Jakarta.
      Profil dan Kehidupan Soe Hok gie Ketika Kecil
Sejak masih sekolah, Soe Hok Gie dan Soe Hok Djin sudah sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan di pinggir-pinggir jalan di Jakarta. Menurut seseorang peneliti, sejak masih Sekolah Dasar (SD), Soe Hok Gie bahkan sudah membaca karya-karya sastra yang serius, seperti karya Pramoedya Ananta Toer. Mungkin karena Ayahnya juga seorang penulis, sehingga tak heran jika dia begitu dekat dengan sastra.
    Sesudah lulus SD, kakak beradik itu memilih sekolah yang berbeda, Hok Djin (Arief Budiman) memilih masuk Kanisius, sementara Soe Hok Gie memilih sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Strada di daerah Gambir. Konon, ketika duduk di bangku ini, ia mendapatkan salinan kumpulan cerpen Pramoedya: “Cerita dari Blora” —bukankah cerpen Pram termasuk langka pada saat itu?
      Pada waktu kelas dua di sekolah menangah ini, prestasi Soe Hok Gie buruk. Bahkan ia diharuskan untuk mengulang. Tapi apa reaksi Soe Hok Gie? Ia tidak mau mengulang, ia merasa diperlakukan tidak adil. Akhirnya, ia lebih memilih pindah sekolah dari pada harus duduk lebih lama di bangku sekolah. Sebuah sekolah Kristen Protestan mengizinkan ia masuk ke kelas tiga, tanpa mengulang.
      Selepas dari SMP, ia berhasil masuk ke Sekolah Menengan Atas (SMA) Kanisius jurusan sastra. Sedang kakaknya, Hok Djin, juga melanjutkan di sekolah yang sama, tetapi lain jurusan, yakni ilmu alam.
      Selama di SMA inilah minat Soe Hok Gie pada sastra makin mendalam, dan sekaligus dia mulai tertarik pada ilmu sejarah. Selain itu, kesadaran berpolitiknya mulai bangkit. Dari sinilah, awal pencatatan perjalanannya yang menarik itu; tulisan yang tajam dan penuh kritik.
     Ada hal baik yang diukurnya selama menempuh pendidikan di SMA, Soe Hok Gie dan sang kakak berhasil lulus dengan nilai tinggi. Kemuidan kakak beradik ini melanjutkan ke Universitas Indonesia. Soe Hok Gie memilih ke fakultas sastra jurusan sejarah , sedangkan Hok Djin masuk ke fakultas psikologi.
     Di masa kuliah inilah Gie menjadi aktivis kemahasiswaan. Banyak yang meyakini gerakan Gie berpengaruh besar terhadap tumbangnya Soekarno dan termasuk orang pertama yang mengritik tajam rejim Orde Baru.
Soe Hok Gie sangat kecewa dengan sikap teman-teman seangkatannya yang di era demonstrasi tahun 66 mengritik dan mengutuk para pejabat pemerintah kemudian selepas mereka lulus berpihak ke sana dan lupa dengan visi dan misi perjuangan angkatan 66. Gie memang bersikap oposisif dan sulit untuk diajak kompromi dengan oposisinya.
Naik Gunung dan Mendirikan Mapala UI
Selain itu juga Gie ikut mendirikan Mapala UI. Salah satu kegiatan pentingnya adalah naik gunung. Pada saat memimpin pendakian gunung Slamet 3.442m, ia mengutip Walt Whitman dalam catatan hariannya, “Now I see the secret of the making of the best person. It is to grow in the open air and to eat and sleep with the earth”.
Pemikiran dan sepak terjangnya tercatat dalam catatan hariannya. Pikiran-pikirannya tentang kemanusiaan, tentang hidup, cinta dan juga kematian. Tahun 1968 Gie sempat berkunjung ke Amerika dan Australia, dan piringan hitam favoritnya Joan Baez disita di bandara Sydney karena dianggap anti-war dan komunis. Tahun 1969 Gie lulus dan meneruskan menjadi dosen di almamaternya.
Bersama Mapala UI Gie berencana menaklukkan Gunung Semeru yang tingginya 3.676m. Sewaktu Mapala mencari pendanaan, banyak yang bertanya kenapa naik gunung dan Gie berkata kepada teman-temannya:
….Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.
Wafatnya Soe Hok Gie di Gunung Semeru
Tanggal 8 Desember sebelum Gie berangkat sempat menuliskan catatannya:
…Saya tak tahu apa yang terjadi dengan diri saya. Setelah saya mendengar kematian Kian Fong dari Arief hari Minggu yang lalu. Saya juga punya perasaan untuk selalu ingat pada kematian. Saya ingin mengobrol-ngobrol pamit sebelum ke semeru. Dengan Maria, Rina dan juga ingin membuat acara yang intim dengan Sunarti. Saya kira ini adalah pengaruh atas kematian Kian Fong yang begitu aneh dan begitu cepat. 
Hok Gie meninggal di gunung Semeru tahun 1969 tepat sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27 akibat menghirup asap beracun di gunung tersebut. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis. Selanjutnya catatan selama ke Gunung Semeru lenyap bersamaan dengan meninggalnya Gie di puncak gunung tersebut.
Makam Soe Hok Gie
Pada tanggal 24 Desember 1969 Gie dimakamkan di pemakaman Menteng Pulo, namun dua hari kemudian dipindahkan ke Pekuburan Kober, Tanah Abang. Tahun 1975 Ali Sadikin membongkar Pekuburan Kober sehingga harus dipindahkan lagi, namun keluarganya menolak dan teman-temannya sempat ingat bahwa jika dia meninggal sebaiknya mayatnya dibakar dan abunya disebarkan di gunung. Dengan pertimbangan tersebut akhirnya tulang belulang Gie dikremasi dan abunya disebar di puncak Gunung Pangrango.

Beberapa quote yang diambil dari catatan hariannya Gie:
…Seorang filsuf Yunani pernah menulis… nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.”
…Kehidupan sekarang benar-benar membosankan saya. Saya merasa seperti monyet tua yang dikurung di kebun binatang dan tidak punya kerja lagi. Saya ingin merasakan kehidupan kasar dan keras… diusap oleh angin dingin seperti pisau, atau berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil… orang-orang seperti kita ini tidak pantas mati di tempat tidur.” 
…Yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan adalah dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan..
Selain Catatan Seorang Demonstran, buku lain yang ditulis Soe Hok Gie adalah Zaman Peralihan, Di Bawah Lentera Merah (yang ini saya belum punya) dan Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan serta riset ilmiah DR. John Maxwell Soe Hok Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani.
Tahun depan Mira Lesmana dan Riri Reza bersama Miles Production akan meluncurkan film berjudul “Gie” yang akan diperankan oleh Nicholas Saputra, Sita Nursanti, Wulan Guritno, Lukman Sardi dan Thomas Nawilis. Saat ini sudah memasuki tahap pasca produksi.
Catatan Seorang Demonstran

John Maxwell berkomentar, “Gie hanya seorang mahasiswa dengan latar belakang yang tidak terlalu hebat. Tapi dia punya kemauan melibatkan diri dalam pergerakan. Dia selalu ingin tahu apa yang terjadi dengan bangsanya. Walaupun meninggal dalam usia muda, dia meninggalkan banyak tulisan.
Di antaranya berupa catatan harian dan artikel yang dipublikasikan di koran-koran nasional” ujarnya. “Saya diwawancarai Mira Lesmana (produser Gie) dan Riri Reza (sutradara). Dia datang setelah membaca buku saya. Saya berharap film itu akan sukses. Sebab, jika itu terjadi, orang akan lebih mengenal Soe Hok Gie” tuturnya.
Kata Kata Bijak Soe Hok Gie
  • Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran.
  • Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.
  • Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau.
  • Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.
  • Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan.
  • Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi “manusia-manusia yang biasa”. Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.
  • Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.
  • Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.
  • Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?
  • Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis…
  • Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.
  • Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita.
  • Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x 3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia.
  • To be a human is to be destroyed.
  • Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin.
  • Saya putuskan bahwa saya akan demonstrasi. Karena mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.
  • I’m not an idealist anymore, I’m a bitter realist.
  • Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.
  • Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan.
  • Saya tak tahu mengapa, Saya merasa agak melankolik malam ini. Saya melihat lampu-lampu kerucut dan arus lalu lintas jakarta dengan warna-warna baru. Seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan. Semuanya terasa mesra tapi kosong. Seolah-olah saya merasa diri saya yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan-jalan. Perasaan sayang yang amat kuat menguasai saya. Saya ingin memberikan sesuatu rasa cinta pada manusia, pada anjing-anjing di jalanan, pada semua-muanya.
  • Tak ada lagi rasa benci pada siapapun. Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.


Repost :
https://www.biografiku.com/2009/02/biografi-soe-hok-gie-1942-1969.html