Rabu, 24 Juni 2015

Seven Summit

Sejarah mengapa angka tujuh yang dicantumkan pada Seven Summits of Seven Continent sementara yang umum diketahui selama ini hanya ada lima benua saja di dunia? Dilihat dari sejarah pergerakan benua dalam rentang waktu ratusan juta tahun yang lalu, Eropa, Asia, Afrika dan Kutub Selatan, keempatnya merupakan benua-benua yang letaknya terpisah. Demikian pula dengan Amerika Utara dan Amerika Selatan yang saat itu juga terletak pada lempeng benua yang berbeda. Dengan demikian, sudah ada enam lempeng benua pada masa itu.

Seven Summits of Seven ContinentBerdasarkan sejarah geologisnya, kepulauan di sekitar Australia yaitu New Zealand, Papua (New Guinea) dan Oceania dulu berada di daratan yang sama dengan Australia. Maka wilayah tersebut dianggap sebagai satu benua geologis Australasia atau biasa juga disebut Australia-Oceania. Maka jadilah Asia, Eropa, Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Antartika dan Australasia dianggap sebagai tujuh lempeng benua. Kutub Utara atau Antartika hanyalah sebuah pulau.

Sirkuit Pendakian Seven Summit

Seorang pengusaha berkebangsaan Amerika Serikat bernama Dick Bass yang juga lulusan Yale University jurusan geologi, mencetuskan ide sirkuit pendakian Seven Summits sekaligus menjadi orang pertama yang berhasil menyelesaikannya pada tahun1985. Sirkuit Seven Summits versi Dick Bass meliputi gunung-gunung disebut di atas (paragraf 1) kecuali Carstenz Pyramid (4.884 mdpl) yang tidak masuk pilihan dick bass, melainkan Kosciuszko (2.228 mdpl) di Australia.

Pendaki legendaris asal Italia, Reinhold Messner kemudian mengoreksi versi ini dan mengganti Kosciuszko dengan Carstensz Pyramid yang dianggap berada pada satu lempeng yang sama dengan Australia yaitu Lempeng Australasia. Pat Morrow menyelesaikan sirkuit versi ini pada tanggal 5 Agustus 1986. Messner menjadi yang kedua di akhir tahun yang sama. Maka lahirlah dua pandangan, ada yang mengakui Seven Summits versi Bass dan ada pula yang lebih mengakui versi Messner. Namun agaknya kini Carstensz Pyramid lebih dipandang, sangat mungkin karena lebih menantang dibandingkan puncak Kosciuszko yang bisa dengan amat mudah dicapai pendaki.

Senin, 01 Juni 2015

Geologi Pulau Sumatera

1. Gambaran Umum Pulau Sumatera
Pulau Sumatra, berdasarkan luas merupakan pulau terbesar keenam di dunia. Pulau ini membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, seolah membagi pulau Sumatra atas dua bagian, Sumatra belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi selatan.Pegunungan Bukit Barisan dengan beberapa puncaknya yang melebihi 3.000 m di atas permukaan laut, merupakan barisan gunung berapi aktif, berjalan sepanjang sisi barat pulau dari ujung utara ke arah selatan; sehingga membuat dataran di sisi barat pulau relatif sempit dengan pantai yang terjal dan dalam ke arah Samudra Hindia dan dataran di sisi timur pulau yang luas dan landai dengan pantai yang landai dan dangkal ke arah Selat Malaka, Selat Bangka dan Laut China Selatan.
Di bagian utara pulau Sumatra berbatasan dengan Laut Andaman dan di bagian selatan dengan Selat Sunda. Pulau Sumatra ditutupi oleh hutan tropik primer dan hutan tropik sekunderyang lebat dengan tanah yang subur. Gungng berapi yang tertinggi di Sumatra adalah Gunung Kerinci di Jambi, dan dengan gunung berapi lainnya yang cukup terkenal yaitu Gunung Leuser di Nanggroe Aceh Darussalam dan Gunung Dempo di perbatasan Sumatra Selatan dengan Bengkulu. Pulau Sumatra merupakan kawasan episentrum gempa bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumi disepanjang Bukit Barisan, yang disebut Patahan Sumatra; dan patahan kerak bumi di dasar Samudra Hindia disepanjang lepas pantai sisi barat Sumatra. Danau terbesar di Indonesia, Danau Toba terdapat di pulau Sumatra.

2. Sejarah Terbentuknya Struktur Geologi Pulau Sumatera
Struktur geologi adalah segala unsure dari bentuk arsitektur kulit bumi / gambaran geometri (bentuk dan hubungan) yang diakibatkan oleh gejala - gejala gaya endogen. Secara umum terdapat unsur - unsur dari struktur geologi yaitu, Bidang perlapisan, Lipatan, Patahan dan kekar atau joint.
Pada awal berkembangnya geologi, Pemikiran geologi dimulai oleh Leonardo da Vinci (1452-1519). Pada awalnya perkembangan geologi didominasi pemikiran klasik (fixist), yang menganggap pembentukan orogenesa dan geosinklin terjadi di tempat yang tetap. Mewakili pemikiran ini misalnya Erich Haarmann (1930), yang menyatakan bahwa orogenesa terjadi karena kulit bumi terangkat seperti tumor, dan melengser karena gaya berat. Selanjutnya pendapat ini diterapkan oleh van Bemmelen (1933) di Indonesia sebagai Teori Undasi.
Pemikiran lain, mobilist dikemukakan Antonio Snider-Pellgrini (1658) yang mencermati kesamaan bentuk pantai barat dan timur Atlantik, serta Alfred Lothar Wegener (1915) yang mengemukakan konsep “benua mengembara”. Perubahan mendasar geologi global terjadi setelah Perang Dunia II, ketika data geofisika lantai samudera menunjukkan bahwa jalur anomali magnet mempunyai rasio yang tetap di mana-mana. Pada 250 juta tahun yang lalu benua merupakan satu kesatuan benua induk, atau Pangea. Perputaran bumi mendorong benua untuk bergerak ke arah kutub, sehingga benua terpecah-pecah sebagai kepingan benua kecil-kecil seperti saat ini: 6 lempeng utama dengan 14 lempeng yang lebih kecil. Dengan demikian maka seluruh permukaan bumi berada di dalam satu kesatuan proses geologis yang universal: Tektonik Global.


Indonesia dikenal sebagai wilayah yang mempunyai tatanan geologi yang unik dan rumit. Banyak ahli geologi yang berusaha menjelaskan fenomena tersebut, baik dengan menggunakan pendekatan teori tektonik klasik maupun tektonik global.
Mewakili contoh pemikiran tektonik klasik, Van Bemmelen (1933) menggunakan Teori Undasi dalam menjelaskan keberadaan jalur-jalur magmatik yang menyebar secara ritmik menerus dari Sumatera ke Kalimantan barat dan Kalimantan. Berikutnya, Westerveld (1952) merekontruksikan jalur orogen di Indonesia dengan menggunakan pendekatan konsep geosinklin. Hasilnya adalah terpetakan lima jalur orogen dan satu komplek orogen yang ada di Indonesia.
Menurut pemikiran tektonik global, konfigurasi saat ini merupakan representasi dari hasil kerja pertemuan konvergen tiga lempeng sejak jaman Neogen, yaitu: lempeng samudera Indo-Australia, lempeng samudera Pasifik, dan lempeng benua Asia Tenggara. Tatanan tektonik Indonesia bagian barat menunjukkan pola yang relatif lebih sederhana dibanding Indonesia timur. Kesederhanaan tatanan tektonik tersebut dipengaruhi oleh keberadaan daratan Sunda yang relatif stabil. Sementara keberadaan lempeng benua mikro yang dinamis karena dipisahkan oleh banyak sistem sangat mempengaruhi bentuk kerumitan tektonik Indonesia bagian timur. Berdasarkan konsep ini pula di Indonesia terbentuk tujuh jalur orogen, yaitu jalur-jalur orogen: Sunda, Barisan, Talaud, Sulawesi, Banda, Melanisia dan Dayak.
Sekilas mengenai gambaran sejarah terbentuknya geologi Indonesia, pada paragraph selanjutnya akan dibahas selangkah lebih mengerucut tentang mengenai dampak yang terjadi dari adanya penunjaman sunda oleh lempeng australia baik bagi kondisi busur sunda maupun sesar pulau sumatera.
Sistem penunjaman Sunda berawal dari sebelah barat Sumba, ke Bali, Jawa, dan Sumatera sepanjang 3.700 km, serta berlanjut ke Andaman-Nicobar dan Burma. Arah penunjaman menunjukkan beberapa variasi, yaitu relatif menunjam tegak lurus di Sumba dan Jawa serta menunjam miring di sepanjang Sumatera, kepulauan Andaman dan Burma. Penunjaman mempunyai kemiringan sekitar 7o. Busur akresi terbentuk selebar 75 – 150 km dari palung dengan ketebalan material terakresi mencapai 15 km. Cekungan muka busur berada di antara punggungan muka busur dan garis pantai sistem penunjaman dengan lebar 150 - 200 km. Busur vulkanik yang sekarang aktif di atas zona Benioff berada pada kedalaman 100 – 130 km. Sistem penunjaman Sunda ini merupakan tipe busur tepi kontinen sekaligus busur kepulauan, yang berlangsung selama Kenozoikum Tengah – Akhir. Busur magmatik ini berubah dari kecenderungan bersifat kontinen di Sumatera, transisional di Jawa ke busur kepulauan di Bali dan Lombok.

Berdasarkan karakteristik morfologi, ketebalan endapan palung busur dan arah penunjaman, busur Sunda dibagi menjadi beberapa propinsi. Dari timur ke barat terdiri dari propinsi Jawa, Sumatera Selatan dan Tengah, Sumatera Utara – Nicobar, Andaman dan Burma. Diantara Propinsi Jawa dan Sumatera Tengah – Selatan terdapat Selat Sunda yang merupakan batas tenggara lempeng Burma. Penyimpulan ini menyisakan pertanyaan karena kenampakan anomali gaya berat menunjukkan bahwa pola Jawa bagian barat yang cenderung lebih sesuai dengan pola Sumatera dibanding dengan Jawa bagian Timur.

3. Pengaruh Tektonik Regional pada Perkembangan Sesar Sumatera
Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 Juta tahun lalu yang mengakibatkan perubahan sistematis dari perubahan arah dan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Proses tumbukan ini mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah timur India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik. Selanjutnya sebagai respon tektonik akibat dari bentuk melengkung ke dalam dari tepi lempeng Asia Tenggara terhadap Lempeng Indo-Australia, besarnya slip-vectorini secara geometri akan mengalami kenaikan ke arah barat laut sejalan dengan semakin kecilnya sudut konvergensi antara dua lempeng tersebut.Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum tektonik Sumatera menjadikan tatanan tektonik Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian pola. Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk, geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.
Kompleksitas tatanan geologi Sumatera, perubahan lingkungan tektonik dan perkembangannya dalam ruang dan waktu memungkinkan sebagai penyebab keanekaragaman arah pola vektor hubungannya dengan slip-ratedan segmentasi Sesar Sumatera. Hal tersebut antara lain karena (1) perbedaan lingkungan tektonik akan menjadikan batuan memberikan tanggapan yang beranekaragam pada reaktivasi struktur, serta (2) struktur geologi yang lebih tua yang telah terbentuk akan mempengaruhi kemampuan deformasi batuan yang lebih muda.

Jumat, 22 Mei 2015

CAVE MAPPING

I. DEFINISI PEMETAAN GUA
Definisi Pemetaan Gua adalah gambaran perspektif gua yang diproyeksikan keatas bidang datar yang bersifat selektif dan dapat dipertanggung jawabkan secara visual dan matematis dengan menggunakan skala tertentu.

II. MANFAAT PETA GUA
1. Merupakan bukti otentik bagi penelusur gua, sebagai penulusuran yang pertama kali menelusuri goa tersebut.
2. Membantu para ahli dalam mempelajari Biospeologi, Hidrologi, Arkeologi ataupun ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan dengan Speleologi.
3. Untuk mencari korelasi dengan goa-goa disekitarnya atau System Perguaan yang ada disekitarnya.
4. Untuk memudahkan dalam usaha pertolongan apabila terjadi kecelakaan didalam gua/Cave Rescue.
5. Untuk kepentingan Pertahanan dan Keamanan Nasional ( HANKAMNAS ).
6. Sebagai data rekaman keadaan gua saat itu ( biasanya dilampiri foto ).
7. untuk memudahkan / menentukan dalam pengembangan obyek wisata gua di bidang pariwisata.
8. Sebagai sumber informasi dalam mendukung kegiatan penelitian ilmiah dan keperluan pelajaran penelusuran gua.

III. JENIS PETA GUA
Peta Gua ada beberapa jenis sesuai dengan metode penggambaran yang kita gunakan. Jenis–jenis peta gua merupakan faktor pendukung untuk memudahkan pembaca dalam memahaminya. Adapun jenisnya adalah :
1. Plan View/Plan Section, yaitu Peta Gua yang digambarkan dalam bentuk tampak dari atas. Yang ditampilkan adalah bentukan arah lorong gua jika dilihat dari atas sesuai hasil pengukuran dari Kompas.
2. Extended Section, yaitu Peta Gua digambarkan dalam bentuk tampak samping gambar gua digambarkan dalam bentuk memanjang tanpa proyeksi, yang terlihat hanya perubahan sudut Elevasi Gua/Sudut Kemiringan/Keterjalan Lorong sesuai hasil pengukuran Klinometer.
3. Projected Section/Projected Elevation, yaitu Peta Gua yang digambar dalam bentuk tampak samping akan tetapi diproyeksikan dengan Plan Section/Tampak Atas.
4. Cross Section, yaitu Gambar Peta Gua yang digambar dalam bentuk tampak depan. Cross Section biasanya berupa sayatan dari Plan Section.
5. Peta Gua 3 Dimensi (3D) Perspektif, adalah Gambar Peta secara visual mendekati dengan kenyataan sesunguhnya. Stasiun dan detailnya mengunakan sumbu X, Y, dan Z. sumbu X dan Y, untuk menentukan koordinat stasiun pada bidang datar. Sumbu Z untuk menentukan posisi stasiun berdasarkan elevasinya terhadap titrik 0.

IV. PERALATAN PEMETAAN GUA
Kompas
Untuk mengukur azimuth lorong gua atau mengukur besar derajat perbedaan antara lorong gua/jalan terhadap arah sumbu utara.

 Kompas Suunto
Klinometer
Digunakan untuk mengukur beda tinggi elevasi lorong gua/ kemiringan lorong gua pada tiap stasiun pemetaan.

Klinometer Suunto
Topofil
Topofil mempunyai fungsi yang sama dengan Pita Ukur, tapi topofil bekerja berdasarkan roda yang berputar dan menggerakkan angka–angka dalam satuan centimeter. Sedangkan berputarnya roda topofil dikarenakan benang yang dililitkan pada roda tersebut dan ditarik kemudian roda akan menggerakkan angka–angka penunjuk.

Konstruksi Topofil
Pita Ukur
Pita ukur digunakan untuk mengukur panjang lorong gua, biasanya terbuat dari plat baja tipis atau terbuat dari serat kaca (Fiber Glass).

Roll Meter
Alat Tulis Menulis
Berupa Kertas anti air (Kodaktris) atau bisa menggunakan transparant paper, pensil/ballpoint maker, papan pengalas (agar tidak menulitkan kita pada saat menulis), penghapus. Kesemuanya digunakan untuk mencatat  asil pengukuran didalam gua, sketsa gua, diskripsi gua dan hal–hal lain yang perlu didata.

V. TINGKAT KEAKURATAN/ GRADE PEMETAAN
Grade Pemetaan gua adalah tingkat keakuratan atau ketelitian peta. Yang sering digunakan adalah tingkat ketelitian menurut BCRA (British Cave Research Association) yang membagi beberapa tingkatan yaitu :
1. Grade 1Gambar/Sketsa Kasar tanpa skala yang benar dan dibuat diluar gua dengan dasar ingatan dari sipembuat terhadap lorong–lorong yang digambar.
2. Grade 2Peta dibuat dalam gua tanpa skala yang benar dan tanpa menggunakan alat ukur apapun, hanya bedasarkan perkiraan.
3. Grade 3Sketsa dibuat dalam goa dengan menggunakan bantuan Kompas dan Tali yang ditandai tiap-tiap meternya memiliki ketelitian pengukuran satuan 2,5° posisi stasiun per 5 m, dilakukan jika waktu sangat terbatas, penggunaan Klinometer sangat dianjurkan.
4. Grade 4Pengukuran telah menggunakan kompas serta Meteran atau Topofil. Dapat digunakan jika diperlukan, untuk menggambarkan survey tidak sampai ke Grade 5, tetapi lebih akurat dari Grade 3.5. Grade 5Pengukuran Dengan Kompas Prismatic dan Klinometer dengan kesalahan ukur 0,5°, pita ukur Fiber Glass dengan kesalahan ukur < dari 10 cm. Instrument dikalibrasikan terlebih dahulu, Centre Line dianjurkan disurvey menggunakan Leap Frog Methode.
5. Grade 6Pada dasarnya sama dengan Grade 5 akan tetapi pada Grade ini Kompas dan Klinometernya menggunakan Tripod sehingga pada waktu melakukan pengukuran posisi alat tidak bergerak.
6. Grade XPada Grade ini menggunakan Pesawat Ukur Theodolit dan Pita Ukur Metallic. Akan tetapi grade ini sangat jarang digunakan dikarenakan peralatan yang kurang efisien jika menggunakan Theodolit dalam pemetaan gua karena kondisi lorong gua yang memiliki macam – macam variasi bentukan lorong sehingga alat ini juga cukup riskan jika digunakan didalam gua terutapa pada lorong–lorong yang sempit.
Selain membuat macam–macam tingkat ketelitian (Grade) peta gua, BCRA juga membuat klasifikasi perincian survey, yaitu :Class A : Semua detail lorong dibuat diluar kepalaClass B : Detail lorong diestimasi dan dicatat dalam guaClass C : Detail lorong diukur pada tiap stasiun surveyClass D : Detail lorong diukur pada tiap stasiun survey dan diantara stasiun survey.

VI. SURVEY DAN PENGAMBILAN DATA
1. Methode Arah Survey
Dalam Pemetaan Gua ada macam Metode Arah Survey, Yaitu :
Forward MethodeDimana pembaca alat dan pencatat berada pada stasiun 1 (pertama) dan pointer (target) berada pada stasiun 2 (kedua), setelah pembacaan alat selesai pointer maju ke stasiun selanjutnya yang telah ditentukan oleh leader dan pembaca alat maju tepat pada posisi pointer tanpa merubah titik stasiun tempat berdiri pointer sebelumnya, begitu seterusnya.
Methode Arah Survey
2. Leap Frog Methode
Pada metode ini pembaca alat berada pada stasiun kedua sedangkan pointer pada stasiun pertama, setelah pembacaan alat selesai pointer maju langsung menuju stasiun ketiga sedang pembaca alat tetap pada stasiun kedua dan melakukan pembacaan alat lagi, setelah pembacaan selesai pembaca alat langsung menuju stasiun keempat dan melakukan pembacaan alat lagi dengan sasaran stasiun tiga, begitu seterusnya. Keuntungan menggunakan methode ini adalah lebih akurat dan cepat hanya saja dalam pengolahan dantanya kita harus berhati–hati.
Leap Frog Methode
3. Arah Survey (Pengambilan Data)
Top to Bottom, Pengukuran dimulai dari Etrance gua dan berakhir pada ujung lorong gua atau akhir dari lorong gua tersebut.Bottom to Top, adalah kebalikan dari Top to Bottom yaitu pengukuran dimulai dari ujung lorong sampai pada entrance gua.3. Metode Pengukuran ChamberDalam Melakukan Survey Pemetaan biasanya kita menemukan lorong–lorong yang besar atau biasa kita sebut aula gua atau Chamber. Karena ukuran chamber yang cukup luas biasanya membuat kita bingung atau kewalahan dalam melakukan pengukuran, untuk itu ada beberapa cara malakukan pengukuran pada chamber untuk mempermudah kinerja tim dan menghasilkan data yang akurat.
Adapun cara–cara tersebut yaitu :
  • Polygon Tertutup
  • Polygon Terbuka
  • Offset Methode

4. Penentuan Titik Stasiun
Penentuan Titik Stasiun pada pemetaan gua sebenarnya merupakan salah satu factor keakuratan peta gua tersebut. Ada beberapa factor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan titik stasiun pemetaan, antara lain yaitu :Perubahan Arah Lorong Gua.Perubahan extrim bentuk lorong.Batas Pengukuran < 30 m.Perubahan Sudut Elevasi Lorong yang extrim misalkan : Pitch atau Slope.Temuan–Temuan Penting Seperti : Ornamen Khusus, Biota, Litologi Khusus, dan Sebagainya

5. Organisasi Tim Survey
Dalam kegiatan Pemetaan Gua idealnya terdiri dari 5 orang dalam tim pemetaan yang dimana masing-masing anggota memiliki tugas masing–masing, yaitu :Orang Pertama : Sebagai pembaca alat ukur seperti Kompas, Klinometer, dan Meteran/Roll Meter.Orang Kedua : Sebagai Pointer/ target yang dimana orang ini membawa ujung meteran dan memegang titik/ point (biasanya berupa Senter/ Headlamp) yang nantinya menjadi sasaran bidikan Kompas dan Klinometer yang dipegang oleh orang pertama. Orang pertama dan orang kedua diharuskan memiliki tinggi badan yang sama guna mengurangi kesalahan pada pengukuran elevasi lorong gua.Orang Ketiga : Sebagai pencatan data pengukuran.Orang Keempat : Sebagai Diskriptor, Pembuat sketsa lorong (Plan Section, Extended Section dan Cross Section).Orang Kelima : Sebagai Leader yang menentukan titik stasiun dan pemasang lintasan pada gua vertical.Pekerjaan yang cukup sulit adalah menjadi diskriptor karena efesiensi waktu, segala detail data dan rekaman data terletak pada posisi ini. Seorang diskriptor yang berpengalaman dapat mengetahui apabila terjadi dalam pembacaan kompas dan klinometer. Oleh karena itu yang ditugaskan menjadi seorang diskriptor adalah orang yang mampu merekam dan menuangkan situasi gua yang disurvey dalamworksheet dengan jelas dan lengkap sehingga tidak menyulitkan anggota tim yang lain pada saat penggambaran peta gua.

6. Pengambilan Data LapanganDalam pengambilan data dilapangan kita cukup mengisi table data yang telah kita siapkan sebelumnya.

Contoh Worksheet Pengambilan Data Lapangan
Keterangan :
From : Nama Stasiun AwalTo : Nama Stasiun AkhirL ( m ) : Jarak Tiap StasiunAlpha ( ° ) : Besar Azimuth Lorong/Besar Sudut KompasBeta ( ° ) : Besar Sudut Elevasi/Besar Sudut Yang dihasilkan Oleh KlinometerKiri : Jarak Dari Stasiun Ke Dinding Kiri GuaKanan : Jarak Dari Stasiun Ke Dinding Kanan GuaAtas : Jarak Dari Stasiun/Point Ke Plafon GuaBawah : Jarak Dari Stasiun/Point Ke Lantai Gua
Dalam pengambilan data dilapangan ada beberapa hal yang mempengaruhi keakuratan data yang kita ambil, seperti :Adanya Medan Magnet atau benda lain yang mengandung unsur magnet yang ada didekat Compasmen Seperti : Headlamp yang menggunakan magnet pada bagian belakangnya, Jam Tangan, Carabiner dan unsur logam lainnya)Kesalahan pada saat mengimput data Klinometer, biasanya penempatan positif dan negatifnya Kesalahan Pembacaan Klinometer (pada klino Suunto terdapat dua satuan yang dapat digunakan yaitu Derajat dan Persen) Kesalahan Pengimputan angka pada kolom (biasanya terjadi pengimputan data terbalik, data klinometer diimput dikolom Kompas sedangkan kompas diimput kedalam kolom klinometer)Posisi stasiun yang bergeserPenggunaan satuan, biasanya pada pembacaan ukuran jarak sering terjadi perubahan pembacaan satuan seperti meter berubah menjadi centimeter akan tetapi tidak diberikan keterangan pada saat terjadi perubahan pembacaan.Tidak Melakukan kalibrasi alat ukur sebelum melakukan pemetaan

VII. PENGOLAHAN DATA LAPANGAN DAN PENGGAMBARAN PETA GUA
1. Pengolahan DataDalam pengolahan data gua kita tinggal mengimput data–data yang kita ambil dilapangan kedalam table.


Contoh Tabel Pengolahan Data Gua
D=L*Cos Beta : Jarak Miring
Sigma D : Hasil Penjumlahan Silang antara  Sigma D Awal dengan Jumlah D Pada Stasiun SebelumnyaH=D*Sin Beta : Beda ElevasiSigma H : Hasil Penjumlahan Silang Antara  Sigma H Awal dengan Jumlah H Pada Stasiun SebelumnyaX=D*Sin Alpha : AbsisSigma X : Hasil Penjumlahan Silang Antara  Sigma X Awal dengan Jumlah X Pada Stasiun SebelumnyaY=D*Cos Alpha : OrdinatSigma Y : Hasil Penjumlahan Silang Antara  Sigma Y Awal dengan Jumlah Y Pada Stasiun Sebelumnya

2. Penentuan Skala Dan Arah Utara Peta
  • Skala Peta
Skala adalah perbandingan antara jarak sebenarnya dengan jarak yang ada dipeta, dalam hal ini disesuaikan dengan tujuan pelaksanaan survey. Untuk kepentingan exploitasi dan ilmiah yang digunakan adalah skala besar(biasanya kurang dari 1 : 250) agar tampilan detail peta dapat terlihat dengan jelas. Akan tetapi biasanya para surveyor menentukan skala sesuai dengan besar ukuran kertas yang mereka gunakan untuk pengambaran peta, biasanya ,maksimal ukuran A0 (1,189 x 0,841).
  • Orientasi Peta
Arah utara ada tiga macam :Arah Utara Magnetic/ North Magnetic ( NM ) G Ditunjukkan oleh Utara Jarum KompasArah Utara Sebenarnya/ True North ( TN ) G Sesuai dengan sumbu bumiArah Utara Pete/ Grid North ( GN ) G Sesuai dengan Sumbu Y Arah utara pada peta gua tidak harus selalu dibagian atas kertas akan tetapi dapat disesuaikan dengan efesiensi penggunaan kertas.
Penggambaran Peta
Dalam peta gua biasanya ada beberapa jenis peta gua yang digambar seperti Peta Gua Tampak Atas/ Plan Section, Peta Gua Tampak Samping/ Extended Section dan sebagainya. Adapun dalam penggambarannya sebagai berikut :Penggambaran Plan Section

Dalam Penggambaran Plan Section atau Peta Gua tampak Atas kita lakukan dengan cara sebagai berikut :
A. Penetuan Titik Koordinat Center Line
Mulanya kita tentukan dulu Center Line, Center Line adalah letak/ posisi tiap stasiun pemetaan sesuai dilapangan. Dalam penentuan stasiun kita menggunakan Diagram/Koordinat Polar atau Koordinat Cartesius.
Koordinat Polar
Koordinat Polar
Penggunaan Diagram Polar sangat sederhana dan cepat hanya saja apabila terjadi kesalahan adalah kesalahan akumulatif, kesalahan akan bertambah besar dengan bertambahnya stasiun. Dalam ploting Center Line pada ini kita membutuhkan busur derajat atau protactor dengan penggaris. Pada penggunaan diagram ini kita tentukan dulu arah utaranya. Dalam penentuan titik stasiun ditentukan oleh besar sudut kompas yang ada didata, dengan acuan 0 ° adalah utara yang telah kita buat sebelumnya. Disarankan untuk menggunakan millimeter block atau kertas grafik untuk meminimalisir kesalahan.

Contoh Penggambaran Dengan Menggunakan Koordinat Polar
Koordinat Cartesius
Penggambaran dengan menggunakan Koordinat Cartesius adalah yang direkomendasikan oleh BCRA untuk dipakai pada penggambaran Grade 5. Dalam penggambaran ini kita menggunakan hasil  Sigma X dan Sigma Y untuk menentukan plot stasiun pada Plan Section sedangkan  Sigma D dan  Sigma H untuk plot stasiun pada extended section. Dalam penggambarannya menggunakan kertas Grafik/ Milimeter Block untuk memudahkan dalam penggambaran.Contoh : pada stasiun 1 X = 2, Y = 1 ; Stasiun 2 X = 3, Y = 3 ; Stasiun 3 X = 4, Y = 4 ; Stasiun 4 X = 2, Y = 7 ; Stasiun 5 X = -1 Y = 9 ; Stasiun 6 X = -2, Y = 12.
Koordinat Cartesius

Contoh Penggambaran Dengan Menggunakan Koordinat Cartesius

  • Penentuan Titik Jarak Dinding Kiri dan Kanan Gua
Setelah kita selesai memploting Center Line selanjutnya kita membuat dinding – dinding gua dengan cara memplot titik – titik dinding gua pada tiap stasiun dengan menggunakan hasil yang terdapat pada table dinding kiri dan kanan yang sudah diskalakan. Kemudian titik – plot dinding kiri kanan tersebut dihubungkan dengan mengikuti bentuk lekukan dinding gua yang ada pada sketsa gua.

  • Simbol Pada Peta
Setelah Peta selesai digambar kemudian kita memasukkan symbol – symbol pada peta (Ornamen, Litologi, Hidrologi, Biota Gua).

  • Penggambaran Extended Section
Penggambaran Extended Section dapat dilakukan dengan dua cara seperti pada penggambaran Plan Section. Untuk Koordinat Polar yang digunakan adalah hasil pengukuran Klinometer ( L ) dan jarak miring ( D ). Jika menggunakan Koordinat Kartesius maka yang digunakan adalah hasil dari  Sigma  D dan  Sigma H dan hasil tersebut sudah kita skalakan. Untuk penggambaran atap gua yang diambil adalah angka/ukuran dari titik stasiun keatap gua (Atas) sedangkan lantai gua dari titik stasiun ke lantai gua (Bawah).

  • Penggambaran Cross Section
Adalah penampang melintang gua, penggambarannya dilakukan dengan menggunakan hasil dari pengukuran dinding kiri, kanan, atap dan lantai gua.
Penggambaran Project SectionPenggambaran Project Section dilakukan dengan memproyeksikan gambar plan section dengan elevasi sesuai hasil  Sigma H.

  • Kelengkapan Peta
Untuk memudahkan orang lain dalam memahami peta yang kita buat maka ada beberapa kelengkapan peta yang harus kita cantumkan pada peta tersebut, diantaranya :Nama GuaLetak Administratif GuaWaktu Pembuatan/Pemetaan (Tanggal, Bulan Dan Tahun)Tinggi Elevasi Mulut gua dari Permukaan LautPanjang Gua dan Kedalaman GuaLagendaSkala PetaUtara Peta

Kamis, 14 Mei 2015

Pengurus Harian 2014

STRUKTUR ORGANISASI MAPALA UNIMED 2014

PENGURUS HARIAN MAPALA UNIMED

KETUA: Mahadir Muhammad a.k.a Bung Regam (F.TEKNIK' 11/ MUM XIX)
SEKRETARIS : Windy Ramadhani Lubis a.k.a Bung Wintury (F.EKONOMI' 12/ MUM XX)
BENDAHARA: Anna N. Lumbang Gaol a.k.a Bung Alida (F.BAHASA DAN SENI' 11/ MUM XX)
WAKIL BENDAHARA: Mariani Manik a.k.a Bung Tusor (F.MIPA' 12/ MUM XXI)

BKPK: Shinta Marito Sinambela a.k.a Bung Selon (F. BAHASA DAN SENI/ MUM XVI)
             Ricki Lihardo Sinaga a.k.a Bung Grandink (F. ILMU KEOLAHRAGAAN' 08/ MUM XVI)
             Febri Hartono a.k.a Bung Oplosan (F. TEKNIK' 10/ MUM XVIII)

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT)
KADIV : Imelda Ginting a.k.a Bung Sibak (F.BAHASA DAN SENI' 11/ MUM XIX)
SEKDIV: Harna Edy Kesuma a.k.a Bung Hajasu (F.TEKNIK' 11/ MUM XXI)
ANGGOTA: Putri Amelia Lubis a.k.a Bung Cejan (F. ILMU KEOLAHRAGAAN' 12/ MUM XXI)
                      Ria Andini a.k.a Bung Bijeng (F.ILMU SOSIAL'13/ MUM XXI)
                      Hendro Sipahutar a.k.a Bung Deku (F.TEKNIK' 11/ MUM XXI)

KONSERVASI
KADIV: Santy Wulandari a.k.a Bung Acin (F.EKONOMI' 11/ MUM XIX)
SEKDIV: Putri Mentari a.k.a Bung Pedau (F.ILMU SOSIAL'12/ MUM XXI)
ANGGOTA: Arnold K. Siagian a.k.a Bung Cairop (F.ILMU KEOLAHRAGAAN' 12/ MUM XXI)
                      Nurhasanah Tambak a.k.a Bung Alon (F.ILMU SOSIAL' 13/ MUM XXI)
                      Nurima Pasaribu a.k.a Bung Tuyak (F.BAHASA DAN SENI' 12/ MUM XXI)
                      Sylvia Aldriani a.k.a Bung Nasdem (F.ILMU SOSIAL' 12/ MUM XXI)

PETUALANGAN ALAM BEBAS DAN SERACH & RESCUE (PAB DAN SAR)
KADIV: Azan Ashari Siregar a.k.a Bung Delob (F.TEKNIK' 10/ MUM XIX)
SEKDIV: M. Ali Parinduri a.k.a Bung Klerat (F. ILMU KEOLAHRAGAAN' 13/ MUM XXI)
ANGGOTA: Emma Christa Siregar a.k.a Bung Ciling (F.ILMU SOSIAL' 12/ MUM XXI)
                      Yeny Rahma Putri a.k.a Bung Iyeps (F.ILMU SOSIAL' 13/ MUM XXI)
                       Zaky Zanzani Akmil a.k.a Bung Zadot (F.TEKNIK' 11/ MUM XX)

HUBUNGAN MASYARAKAT (HUMAS)
KABID: Stivanny Lubis a.k.a Bung Simosim (F.BAHASA DAN SENI' 11/ MUM XX)
SEKBID: Tolu Mawar Yolanda Simbolon a.k.a Bung Acem (F.EKONOMI' 12/ MUM XXI)
ANGGOTA: Rohiman a.k.a Bung Rondap (F.BAHASA DAN SENI' 11/ MUM XX)
                      Suci Rahmadayani a.k.a Bung Hampa (F.ILMU SOSIAL' 12/ MUM XXI)


LOGISTIK
KABID: Ferdinan Irawan Pandiangan a.k.a Bung Pending (F.ILMU  SOSIAL' 11/ MUM XXI)
SEKBID: Pujianta Barus a.k.a Dambatu (F.ILMU KEOLAHRAGAAN' 13/ MUM XXI)
ANGGOTA: Edika Fadel Purba a.k.a Bung Supa (F.ILMU KEOLAHRAGAAN' 11/ MUM XXI)
                      Purnama Rahmadhani Siregar a.k.a Bung Sengau (F.ILMU SOSIAL' 12/ MUM XXI)

Rabu, 06 Mei 2015

Goa Patu Rijal

Pintu Goa Patu Rijal
Kawasan karst pada umumnya terbagi menjadi dua, yaitu eksokarst dan endokarst. Contoh-contoh eksokarst( morfologi permukaan) adalah dolina, uvala, dan polje. Contoh-contoh endokarst (morfologi bawah permukaan) adalah gua, terowongan, sungai bawah tanah, saluran.

Proses Pembentukan Gua
Tahap awal, air tanah mengalir melalui bidang rekahan pada lapisan batu   gamping menuju ke sungai permukaan. Mineral-mineral yang mudah larut dierosi dan lubang aliran air tanah tersebut semakin membesar.
Sungai permukaan lama-lama menggerus dasar sungai dan mulai membentuk jalur gua horisontal.
Setelah semakin dalam tergerus, aliran air tanah akan mencari jalur gua   horisontal yang baru dan langit-langit atas gua tersebut akan runtuh dan bertemu sistem gua horisontal yang lama dan membentuk surupan (sumuran gua).

Ornamen-ornamen Dalam Gua Karst

  • Geode: Batu permata yang terbentuk dari pembentukan rongga oleh aktifitas pelarutan air`tanah. Kemudian dalam kondisi yang berbeda terjadi pengendapan material mineral (kuarsa, kalsit dan fluorit) yang dibawa oleh air tanah pada bagian dinding rongga.
  • Stalaktit ( stalactite ): Terbentuk dari tetesan air dari atap gua yang mengandung kalsium karbonat (CaCO3 ) yang mengkristal, dari tiap tetes air akan menambah tebal endapan yang membentuk kerucut menggantung dilangit-langit gua. Berikut ini adalah reaksi kimia pada proses pelarutan batu gamping : CaCO3 + CO2 + H2O à Ca2 + 2HCO3


  • Stalakmit ( stalacmite ): Merupakan pasangan dari stalaktit, yang tumbuh di lantai gua karena hasil tetesan air dari atas langit-langit gua.


  • Tiang ( Column ): Merupakan hasil pertemuan endapan antara stalaktit dan stalakmit yang akhirnya membentuk tiang yang menghubungkan stalaktit dan stalakmit menjadi satu.


  • Tirai (drapery): Tirai (drapery) terbentuk dari air yang menetes melalui bidang rekahan yang memanjang pada langit-langit yang miring hingga membentuk endapan cantik yang berbentuk lembaran tipis vertikal.


  • Teras Travertin: Teras Travertin merupakan kolam air di dasar gua yang mengalir dari satu lantai tinggi ke lantai yang lebih rendah, dan ketika mereka menguap, kalsium karbonat diendapkan di lantai gua

Ornamen Goa Patu Rijal

Goa Patu Rijal merupakan salah satu goa yang terletak di Desa Lau Damak, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Goa ini terletak diatas bukit dan jalur menuju goa ini sudah lama tidak di kunjungi oleh manusia dan dulunya merupakan daerah wisata goa dilihat dari banyaknya coretan-coretan di dinding-dinding goa.
    Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 23 April 2015 oleh Team MAPALA UNIMED. Kegiatan berlangsung selama 3 hari 2 malam dengan tujuan Goa Patu Rijal dan Goa Pintu air. Kegiatan diselenggarakan melalui Divisi DIKLAT dalam kegiatan LANTAB CAVING (Latihan Pemantapan Goa). Lantab ini diikuti oleh peserta 8 orang wanita dan 2 orang pria serta 1 orang instuktur dan 1 orang pendamping instruktur.

    • Pukul 14.00 WIB Kegiatan awal dimulai di Sekretariat MAPALA UNIMED dengan Opening Ceremony lalu berangkat pukul 14.30 WIB. 
    • Pukul 18.30 para peserta sampai di desa terakhir dan langsung melakukan perjalanan. Track menuju Goa Patu Rijal  melewati perkebunan karet masyarakat dan sungai. 
    • Pukul 19.30 WIB Para team LANTAB camping di kebun karet dan briefing terlebih dahulu mengenai track menuju Goa Patu Rijal sambil beristirahat
    • Pukul 06.00 WIB team bangun melakukan peregangan dan memasak untuk serapan pagi sekaligus makan siang dan sekaligus packing.
    • Pukul 09.00 WIB team melanjutkan perjalanan kembali. Jalur track menuju Goa Patu Rijal sudah lama tidak ijamah manusia karena jalur perjalanan sudah tidak nampak lagi tertutupi ilalang-ilalang.
    • Pukul 12.00 WIB team sampai bibir sungai dan mendirikan camp sekaligus briefing kembali mengenai keadaan goa dan hal-hal yang akan diamati.
    • Pukul 12.30 WIB team menuju Goa Patu Rijal namun jalan terputus dan team mencari alternatif jalur lain. Team menyusuri goa sambil mengamati keadaan goa seperti ornamen, maupun fauna di dalam goa sambil mengambil gambar.di pintu Goa Patu Rijal banyak terdapat coretan yang dibuat oleh tangan-tangan jahil. Keadaan di goa lembab dan licin dikarenakan air yang terus menetes. Berbagai ornamen berada di dalam goa seperti stalagtit, stalagmit, flowstone, column, Ornamen ini terbentuk akibat dari tetesan air selama bertahun-tahun yang mengandung kalsium karbonat dan beberapa material yang berbeda-beda sehingga mempengaruhi warna dari ornamen yang berada di Goa Patu Rijal. Panjang goa ini lebih kurang 200 meter karena harus meneliti ornamen serta sudut dari Goa Patu Rijal. Di pintu akhir ternyata goa sudah tertutupi oleh longsoran sehingga tidak dapat tembus keluar.
    • Pukul 15.00 WIB team kembali ke camp di pinggir sungai sambil melakukan ISHOMA.
    • Pukul 19.30 WIB team dilanda hujan badai dan akhirnya team beristirahat.


    Manfaat Gua Karst
    Potensi tersembunyi daerah gua karst antara lain:

    • Daerah potensi mineral: Batuan karbonat (batu gamping) merupakan salah satu dari sumber mineral terbesar di daerah karst. Batuan ini sering digunakan sebagai ornamen/hiasan, campuran pembuatan semen, serta bahan baku industri-industri seperti untuk bahan pemutih, penjernih air dan bahan pestisida.
    • Objek Wisata: Banyaknya wisata yang dikembangkan, seperti wisata alam, wisata petualangan, wisata ilmiah. 
    • Daerah penambangan: Daerah karst khususnya gua karst dapat dijadikan daerah penambangan, seperti penambangan untuk industri semen, gips, dan batu gamping.
    • Daerah potensi air: Pada dasarnya, karena merupakan batuan yang kompak, batugamping bersifat impermeabel. Adanya sistem rekahan atau rongga-rongga pelarutan di dalamnya, menyebabkan batugamping dapat bertindak sebagai akifer yang cukup baik. Air ini dapat digunakan karena merupakan cadangan air bersih yang justru meluap pada musim kemarau.
    • Terdapat banyak benda-benda arkeolog: Ada banyak fosil yang di temukan dalam gua-gua kapur yang tersedimentasi.
    • Habitat bagi banyak fauna: Pada gua karst biasanya terdapat banyak hewan menguntungkan yang bisa dijumpai, di antaranya ular, kelelawar, dan walet. Ular dapat bermanfaat sebagai predator tikus. Kelelawar bermanfaat sebagai pemakan serangga dan walet.

    Di edisi selanjutnya akan dibahas mengenai Goa Pintu Air.

    EARTH DAY 2015

    Salah satu kegiatan yang di adakan Divisi Konservasi untuk memperingakti Hari Bumi 22 April 2015 yaitu bedah film tentang Lingkungan Hidup dan masalah-masalahnya. Kegiatan ini di sambut antusias oleh seluruh Anggota Muda dan Anggota Biasa MAPALA UNIMED. Tindak lanjut dari kegiatan ini dengan mengadakan kegiatan penanaman di MIN Tanjung Mulia  pada tanggal 25 April 2015 di MIN Tanjung Mulia di Kecamatan Henai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Kegiatan ini bertemakan "Penanaman Rasa Cinta Terhadap Lingkungan Sejak Dini" yang juga di dukung oleh siswa, guru, dan masyarakat disekitar MIN Tanjung Mulia. Kegiatan ini bertujuan untuk menanamkan rasa cinta terhadap lingkungan sejak dini seperti menanam pohon. Rasa peduli terhadap lingkungan dapat di tanamkan melalui pemberian materi pembelajaran tentang lingkungan dan praktek agar objek yaitu siswa/i dapat tertanam rasa kecintaannya. 
    Kegiatan awal dimulai dengan Opening Ceremony yang dipimpin oleh salah satu siswa MIN Tanjung Mulia. Opening Ceremony ini berlangsung khidmat dan tertib. Setelah opening ceremony para team MAPALA UNIMED beramah tamah dengan para siswa/i MIN Tanjung Mulia dan berfoto bersama. Sesekali siswa/i bercerita tentang keadaan sekolah dan tertawa bersama. Setelah ramah-tamah para siswa diajak menanam bibit pohon di sekolah dan disekitaran lingkungan masyarakat. Ada sekitar 300 jenis bibit yaitu bibit mahoni, bibit trembesi, bibit mangga, bibit durian yang ditanam dan dibagikan kepada masyarakat.

    Rabu, 11 Februari 2015

    Sejarah Mapala Unimed

    MAPALA UNIMED awalnya dibentuk dengan nama GEMIPA yaitu Gerakan Mahasiswa IKIP Pecinta Alam pada 03 Desember 1990. Melihat perubahan nama universitas dari  IKIP Negeri Medan (Institut Keguruan Ilmu Pendidikan) menjadi UNIMED (Universitas Negeri Medan) maka di ubah menjadi MAPALA UNIMED dan diresmikan pada tanggal 21 Oktober 1991.  MAPALA UNIMED berazaskan Pancasila dan Tri Dharma Perguruan Tinggi serta Kode Etik Pemuda Pecinta Alam. MAPALA UNIMED bergerak dalam bidang, yaitu:
    1. DIKLAT (Pendidikan dan Pelatihan Kepecinta alaman)
    2. KONSERVASI
    3. PAB & SAR (Petualangan Alam Bebas dan Search And Rescue). 

    Tahap proses pendidikan di MAPALA UNIMED, yaitu:

    1. Tes Fisik, Tertulis dan Wawancara
    2. Orientasi Dasar (ORDAS)
    3. Masa Pelatihan menuju DIKLATSARCA
    4. DIKLATSARCA

    Keanggotaan di MAPALA UNIMED, yaitu:

    1. Anggota Muda
    2. Anggota Biasa
    3. Anggota Luar Biasa
    4. Anggota Perintis
    5. Anggota Kehormatan

    Lestari!! Gemipa!! Ok bunk!!